081-2173-3281 redaksi@haidiva.com

Pilu Itu Perempuan, Kata Siapa?

Pilu Itu Perempuan, Kata Siapa?

Haidiva.com-Paradigma, sebuah kata yang mewakili cara pandang kita atas sesuatu. Tak peduli benar atau tidak. Pada intinya, paradigma muncul menurut tingkat pemikiran masing-masing individu, tak terkecuali tentang wanita.

Perempuan itu lemah. Perempuan itu tak berdaya. Perempuan itu tak mampu memvisualisasikan kehendaknya. Perempuan itu posisi terendah. Perempuan itu tak punya masa depan.

Kata siapa?

Laki-laki itu kuat. Laki-laki itu berkuasa. Laki-laki itu berkesempatan lebih baik daripada wanita. Laki-laki itu yang utama. Laki-laki itu bebas bertindak.

Kata siapa?

Begitulah paradigma. Setiap orang bebas berparadigma, sebab memang tak ada batasan dalam berpikir. Bahkan terkadang berbagai aturan pun dilanggar dalam berparadigma. Padahal paradigma itu mampu mempengaruhi pola pikir dan keyakinan orang lain. Lebih jauh lagi, ia bisa membuahkan pola tingkah dalam keseharian.

Perempuan selalu dianggap sebagai kelompok inferior dan berada pada posisi yang sulit. Perempuan diidentikkan dengan kenyataan bahwa mereka tak memiliki pilihan. Bahkan seakan perempuan seperti “dipaksa” untuk memiliki slogan “terima saja dan jalani”.

Padahal sebagai bangsa yang meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa, sudah seharusnya kita menilik kembali. Apa sebenarnya fungsi perempuan di hadapan Tuhan? Apakah benar kalau Tuhan sejahat itu dalam tujuan penciptaan, hingga perempuan begitu dihinakan? Mengapa sosok bernama perempuan itu kerap diidentikkan dengan kelemahan?

Baca juga: Benarkah perempuan lebih multitasking

Paradigma. Itulah alasan mengapa perempuan selalu dianggap lemah tak berdaya. Paradigma adalah gagasan pikir seseorang atau sekelompok orang yang memungkinkan adanya kepentingan tertentu. Karenanya, bisa saja, jika ketidakberdayaan perempuan selama ini, hanyalah buah pikir segelintir orang dengan maksud tertentu saja. Buah pikir itu tersebar begitu cepat bagaikan virus hingga menutupi kenyataan bahwa masih banyak perempuankuat di sekitar kita.

Buktinya sampai hari ini selalu dapat kita temui perempuan sukses yang terpampang di berbagai media. Mulai dari penggerak suatu gerakan sosial masyarakat, perempuan sukses memimpin suatu perusahaan besar, bahkan perempuan yang memimpin suatu negara. Ada juga perempuan sukses yang tak tenar di media, tapi kita kenal baik lewat obrolan dalam keseharian. Misalnya perempuan single parent yang mampu menghidupi diri dan anaknya yang banyak hingga sukses.

Inilah kenyataan yang tidak bisa ditutupi oleh siapa pun. Bahwa perempuan itu kuat dan mampu berdiri di atas kakinya sendiri, asalkan ia memang niat berusaha dan tak hobi mengambil jalan pintas. Jelas bertolak belakang dengan paradigma yang kita bahas pada bagian di atas.

Begitulah mengerikannya paradigma. Perempuan sebagai salah satu produk Tuhan yang turut berfungsi mengelola dunia ini, bisa menjadi makhluk yang begitu lemah dan hina, hanya karena sebuah paradigma. Hingga banyak hal pokok dan kesempatan besar, yang akhirnya terlampau begitu saja. Lantas harus bagaimanakah perempua nagar mampu mengembalikan jati dirinya yang selama ini hilang?

Lawan. Itulah kuncinya. Lawan di sini bukan berarti kita harus maju melakukan demonstrasi arogan dan menyuarakan pada khalayak bahwa perempuan itu kuat dan mulia. Bukan, bukan seperti itu. Cukup perbaiki paradigma kita terhadap diri sendiri. Kemudian bergeraklah sesuai keyakinan, bahwa kita itu kuat dan tentunya mulia di hadapan Tuhan.

Proses ini perlu dilakukan berulang-ulang, sampai nanti dengan sendirinya pengakuan dan penghargaan dari khalayak itu datang. Tentunya bukan pengakuan dan penghargaan karena sudah terbukti menjadi perempuan yang menawan. Melainkan pengakuan dan penghargaan karena telah mempersembahkan kemampuan terbaik dalam rangka menjalankan tupoksi sebagai makhluk Tuhan.

Paradigma yang sehat dan menghargai diri sendiri adalah gerbang menuju kehidupan dan kesempatan yang lebih layak. Sebaliknya, paradigma yang mendorong keterpurukan jiwa adalah lambang kelemahan diri. Maka sudah seyogyanya apabila kita mulai berusaha membangun wacana-wacana positif tentang wanita.

Mulailah dari diri kita sendiri. Mulai ubah diskusi dan obrolan kita pada hal positif tentang perempuan. Mulailah menjadi perempuan yang pandai membawa diri hingga menjadi perempuan yang mampu menorehkan prestasi. Buang jauh-jauh obrolan negatif tentang perempuan. Biarkan ia tenggelam bersama waktu dan terhapus bersama ingatan orang-orang yang sengaja membawanya.

Sekali lagi, perempuan itu mampu. Perempuan itu tak terbatas. Perempuan itu dapat menjadi medan magnet berbagai macam kebaikan selama ia yakin dan berusaha dalam meraihnya. Maka marilah bergegas menjadi perempuan seutuhnya. Demi memenuhi kehendak yang Tuhan berikan secara khusus hanya kepada kita.

Penulis: Devi Aristyanti

Peserta kompetisi “Lomba Menulis Artikel dengan Tema Strong Women” yang diadakan Haidiva.com dalam memperingati Hari Ibu.

Spread the love