081-2173-3281 redaksi@haidiva.com

Bahaya Teguran Netizen di Media Sosial, Tak Efektif

Bahaya Teguran Netizen di Media Sosial, Tak Efektif

Haidiva.com-“Maaf sekadar mengingatkan” atau “Shame on you!”, pernah tidak kamu mengingatkan orang lain melalui media sosial? Entah itu teman, artis, atau bahkan orang yang tak dikenal, kadang kita gatal berkomentar mengenai urusan hidup orang lain. Nyatanya, shaming dari netizen untuk orang lain tak banyak mengubah perilaku.

“Banyak orang yang menegur orang lain di media sosial. Apakah itu efektif? Tergantung,” kata psikolog sekaligus kolumnis Psychology Today Krystine I. Batcho.

Batcho mengatakan bagi orang yang peduli dengan pandangan orang lain, teguran ini akan berpengaruh karena dianggap mengganggu citra diri. Teguran dianggap ungkapan kebencian. Masalahnya, orang yang kita tegur belum tentu berubah. Mereka bisa jadi hanya tidak menunjukkan pilihan hidupnya di depan publik.  Tapi dibelakang, tak banyak berubah dari perilaku mereka.

Namun masalahnya, kata Batcho, rasa takut atas teguran ini ternyata menyebabkan gangguan mental seperti ketakutan akan kritik dan penolakan sosial. Ketakutan atas penolakan orang lain yang cukup parah akan membuat mereka terganggu secara psikologis maupun fisik. Mereka akan menyembunyikan dirinya sendiri agar lebih diterima orang lain.

Di sisi lain, mempermalukan orang lain di media sosial mempunyai nilai sendiri atau kasus tertentu. Misalnya menghilangkan pelecehan anak dengan mempermalukan pelaku pelecehan seksual akan meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak agar terhindar dari pelecehan. Tapi nih, sekali lagi tapi, hal ini ada potensi bagi pelaku untuk menambah tindak kejahatannya dengan mengancam korban agar tak melapor. Apalagi ditambah dengan rape culture yang ada di masyarakat, korban semakin membisu.

Sayangnya, rasa malu atau mempermalukan orang lain lebih pada aspek siapa mereka bukan apa yang mereka lakukan. Hal ini justru menyebabkan terjadinya stigma terhadap etnis, jenis kelamin, ras, atau agama tertentu. Shaming hanya ditujukan orang tertentu. Pelaku shaming sering kali tidak melakukan hal yang sama ketika orang yang melakukan perbuatan tertentu berada pada kelompok yang sama.

Baca: Sisi Positif Panjat Sosial

“Bagi orang yang mampu menyembunyikan identitas yang di-stigmatisasi dipermalukan dapat meningkatkan kesenjangan antara pandangan publik dan citra diri,” tutur Batcho. 

Ini tentu menimbulkan masalah mental bagi penerima shaming. Perasaan malu akan mengikis rasa bahagia, kasih, kenangan-kenangan menyenangkan, bahkan kepercayaan diri. Seiring berjalan, rasa malu akan dapat berujung pada kebencian dan memutuskan hubungan dengan pihak tertentu. 

Batcho memaparkan penelitiannya bahwa rasa malu berkembang sejak usia tiga tahum. Anak-anak yang sering mendapatkan deraan dan evaluasi negatif akan kehilangan kepercayaan diri dan merasa takut dengan pemberi celaan, kemudian perlahan membencinya.

Jadi, sebelum bereaksi terhadap seseorang yang membuatmu jengkel, tersinggung, atau menurutmu salah, cobalah berada pada posisi dia. Ungkapan ketidaksukaanmu mungkin perlahan akan kamu lupakan, tapi rasa malu yang mereka rasakan akan menjadi bagian ingatan mereka.

“Rasa malu tidak memotivasi orang lain untuk berperilaku sesuai dengan pandangan sosial, itu memicu penarikan diri dan rasa minder,” pungkas Batcho.

Spread the love

2 thoughts on “Bahaya Teguran Netizen di Media Sosial, Tak Efektif

  1. Cara Cerdas Meminta Maaf
    Mei 14, 2020 at 12:14 pm

    […] Baca: Bahaya Menegur di Media Sosial […]

  2. Tak Bisa Lepas dari Media Sosial? Awas FOMO!
    November 16, 2020 at 4:37 pm

    […] Baca: Bahaya Teguran Netizen di Media Sosial […]

Comments are closed.