081-2173-3281 redaksi@haidiva.com

Aktivis Perempuan Desak W20 Lindungi Hak Perempuan Adat

Aktivis Perempuan Desak W20  Lindungi Hak Perempuan Adat

Haidiva.com-Sejumlah aktivis perempuan mendesak peserta W20 Summit untuk melindungi hak perempuan adat. Lewat aksi mengapungkan bentangan banner raksasa bertuliskan “Perempuan Sumatera Utara Lawan Deforestasi” di atas danau Toba, mereka menyampaikan pesan kepada para partisipan W20 Summit di Parapat.

“Aksi ini adalah bentuk penyampaian aspirasi kami bahwa pertemuan W20 Summit yang mengedepankan isu kesetaraan dan diskriminasi gender, ekonomi inklusif, perempuan marjinal dan kesehatan, seharusnya juga berkaca pada apa yang terjadi di hutan Sumatera Utara dan sekitarnya. Banyak masyarakat adat khususnya perempuan adat dan pedesaan terpaksa kehilangan ruang hidupnya akibat perampasan tanah dan hutan yang dilakukan perusahaan-perusahaan besar, demi meraup keuntungan semata”, tegas Sekar Banjaran Aji, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia seperti yang tertuang dalam release.

Para aktivis mengatakan betapa pentingnya menjaga hutan dan hak-hak masyarakat adat, khususnya perempuan adat dari ancaman deforestasi dan eksploitasi lahan. Perempuan adat di tanah Sumatera Utara dan hampir seluruh wilayah Indonesia telah lama menjadi korban akibat ketimpangan struktural dan pembangunan eksploitatif yang tidak memperhatikan aspek gender.

Menurut mereka, berbagai program pembangunan telah menimbulkan konflik sosial serta kehancuran lingkungan hidup yang kemudian mengesampingkan dan bahkan melanggar hak-hak perempuan. Kelompok perempuan adalah kelompok yang paling rentan kehilangan sumber penghidupan akibat kasus penghancuran hutan dan perampasan lahan, serta seringkali juga mengalami kekerasan di wilayah-wilayah konflik agraria.

Baca juga: Gerakan perempuan Indonesia jaga lingkungan

”Meskipun Presiden Jokowi telah menyerahkan 4 SK Hutan Adat di Danau Toba pada awal Februari 2022, namun belum menjawab persoalan masyarakat adat di Danau Toba. Masih banyak konflik agraria yang belum diselesaikan dengan serius. Atas nama pembangunan perampasan tanah terus terjadi. Selain perampasan tanah adat, kerusakan hutan dan lingkungan juga tidak serius ditangani. Perampasan tanah yang dilakukan akibat kehadiran PT TPL merupakan pemiskinan struktural yang telah terjadi lebih dari tiga dekade, dan berkontribusi besar memperburuk kualitas hidup perempuan” ungkap Rocky Pasaribu dari KSPPM (Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat)

Protes atas industri kertas

Activists and indigenous people hold banners on a boat in Lake Toba. Greenpeace Indonesia and the local indigenous organization People’s Initiative Development and Study Group (KSPPM) to hold an action with a giant floating banner during the W20 conference in Lake Toba, Parapat, North Sumatra. The action to support Women indigenous people protecting their customary forest in this area that was destroyed by PT Toba Pulp Lestari.

Para aktivis mengatakan kehadiran dua perusahaan besar seperti PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan PT Dairi Prima Mineral (DPM) telah lama merenggut hak-hak perempuan pedesaan di wilayah Toba dan menghancurkan hutan kemenyan. Kerusakan lingkungan hidup menyebabkan krisis iklim yang menyulitkan para petani untuk menentukan musim tanam. Para petani juga seringkali mengalami gagal panen akibat buruknya cuaca yang tidak dapat diprediksi.

Pada pertengahan 2020, datang ancaman baru seiring lahirnya proyek pangan skala besar atau Food Estate. Proyek yang digadang-gadang sebagai program ketahanan pangan untuk menangani krisis pangan di masa yang akan datang dianggap mereka justru menghilangkan budaya, pengalaman, dan pengetahuan perempuan dalam corak pertanian lokal.

Baca juga: Program Bedding lokal ramah lingkungan

Greenpeace mengatakan para perempauan adat harus berpatokan pada sistem pasar yang ditentukan oleh pemerintah dan korporasi besar. Proyek ini dianggap mereka sama halnya dengan proyek pertanian sebelumnya, hanya akan melahirkan konflik baru, industrialisasi pangan yang mengenyampingkan masyarakat, serta monopolisasi lahan-lahan pertanian dengan skema yang tampak baik di permukaan saja.

Negara anggota G20 yang merupakan forum ekonomi utama dunia. Forum ini mewakili dua per tiga atau sekitar 65 persen penduduk dunia, 79 persen perdagangan global, dan setidaknya 85 persen perekonomian dunia memiliki posisi strategis bagi keberlanjutan lingkungan hidup dan penanganan krisis iklim.

Indonesia adalah pemegang Presidency G20 diharapkan perlu memastikan model pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Caranya dengan beralih ke energi terbarukan yang berkeadilan, dan menghentikan kebijakan ekonomi dan pembangunan yang berbasis lahan yang mendorong deforestasi, merampas hak- hak masyarakat adat dan petani, serta hanya menguntungkan segelintir elit.

Spread the love