081-2173-3281 redaksi@haidiva.com

Menelusuri Jejak Sistem Sosial Matriarki di Era Modern

Menelusuri Jejak Sistem Sosial Matriarki di Era Modern

Haidiva.com-Kebanyakan tatanan di dunia saat ini menganut patriarki. Namun ternyata, ada beberapa suku dan daerah di dunia yang masih menerapkan matriarki hingga saat ini.

Patriarki adalah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti. Sedangkan matriarki adalah sebaiknya. Sedangkan haidiva percaya pemegang peran utama seharusnya didasarkan pada keahlian yang terukur bukan pada jenis kelamin.

Kembali ke topik matriarki, dikutip dari Marie Claire, berikut ini enam daerah yang masih menerapkan sistem tersebut.

Mosuo dari Cina

Suku Mosuo tinggal di kaki bukit Pegunungan Himalaya, Cina. Mereka adalah salah satu contoh paling terkenal dari masyarakat matrilineal. Warisan kekayaan diwariskan ke garis perempuan dan perempuan berhak memilih pasangan yang diinginkan. Bahkan, mereka mempraktikkan sesuatu yang disebut “perkawinan berjalan”. Perkawinan berjalan pada dasarnya adalah praktik perempuan memilih pasangannya dengan berjalan kaki dari rumah ke rumah.

Baca juga: Tradisi suku unik di Indonesia

Banyak perempuan yang memiliki pasangan lebih dari satu. Anak-anak mengambil nama ibu mereka dan tinggal bersama ibu mereka. Laki-laki bisa saja terlibat dalam pengurusan anak tetapi kebanyakan bukan anak kandung mereka sendiri melainkan keponakan. Penyebabnya kerana laki-laki tinggal dengan keluarga besar ibunya atau mertuanya. Laki-laki sering memainkan peran politik, tetapi orang yang paling dihormati dalam rumah tangga adalah nenek.

Minangkabau dari Indonesia

Suku Minang bersifat matrilineal di mana harta, tanah, dan warisan diwariskan dari ibu ke anak perempuan. Warisan uang pendapatan bisa diwariskan dari ayah ke anak laki-laki. Silsilah diturunkan melalui garis ibu, dan ibu adalah kepala keluarga.

Pengantin laki-laki secara tradisional “diberikan” kepada pengantin perempuan oleh anggota perempuan dari keluarganya. Perempuan yang dituakan mengantarkan anak laki-laki ke rumah pengantin perempuan. Kekuasaan dan otoritas umumnya dibagi antara laki-laki dan perempuan, dengan perempuan mengatur wilayah “domestik” dan laki-laki mengatur peran politik dan spiritual.

Kedua jenis kelamin percaya ini memberikan pijakan yang sama bagi masing-masing. Sementara kepala adat adalah laki-laki. Namun sebagai ketua suku, perempuan memiliki kekuatan untuk memecatnya jika ia gagal sebagai pemimpin.

Baca juga: Mengenal budaya uang mahar di Indonesia, termasuk di Minang

Akan dari Ghana

Masyarakat Akan adalah kelompok multi-etnis di Ghana. Mereka menerapkan kepemimpinan di sekitar matriclan, klan yang didirikan oleh perempuan. Laki-laki seringkali menjadi pemimpin klan, tetapi kekuasaan mereka berasal dari garis matrilineal—artinya kekuasaan diturunkan melalui ibu dan saudara perempuan laki-laki.

Laki-laki tidak hanya bertugas mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya sendiri, tetapi juga keluarga kerabat perempuannya. Sementara perempuan bertugas melakukan banyak ritual dan upacara mulai dari kelahiran hingga pemakanan. Perempuan juga menjadi pemimpin dalam bidang makanan dan rumah tangga.

Bribri dari Amerika Selatan

Terletak di Kosta Rika dan Panama utara, Bribri suku dengan garis matrilineal. Perempuan mewarisi tanah dan membentuk keluarga besar. Anak-anak masuk ke dalam klan ibu, dan nenek dipandang sebagai penengah tradisi dan pengetahuan. Film animasi Encanto menggambarkan suku ini.

Ketika laki-laki mengambil peran penting, mereka tidak diperbolehkan mewariskan pengetahuan atau pekerjaan kepada anak laki-laki mereka. Mereka hanya boleh mewarisi keahlian hanya kepada anak laki-laki kerabat perempuan mereka. Perempuan diberi hak dan ritual untuk menyiapkan kakao yang digunakan dalam ritual suci Bribri, yang membuat mereka sangat penting dalam klan mana pun.

Baca juga: Fenomena desa unik, anak perempuan berubah menjadi laki-laki

Garo dari Bangladesh

Dhaka, Bangladesh. 8th August 2012 — Bangladeshi indigenous women participate in a gathering in Dhaka on August 9, 2011 to celebrate United Nations’ (UN) International Day of the World’s Indigenous People. — Bangladeshi indigenous women participate in a gathering in Dhaka to celebrate United Nations'(UN) International Day of the World’s Indigenous People.

Masyarakat Garo mengambil gelar klan dari ibu mereka. Putri bungsu mewarisi properti dari ibu mereka. Meski masyarakat matrilineal, laki-laki memang memegang kekuasaan dan diberi hak untuk memerintah tetapi harus meminta pertimbangan dari perempuan yang mereka tuakan.

Tuareg dari Afrika

Tuareg menjalani gaya hidup nomaden yang tinggal di gurun Sahara. Dalam masyarakat, perempuan memiliki status yang tinggi dan suku-suku diorganisasikan ke dalam konfederasi. Perempuan memegang kekuatan ilmu pengetahuan yakni membaca dan menulis, sementara laki-laki menggembalakan ternak.

Akan tetapi, ternak dan harta bergerak lainnya yang dikelola laki-laki sebagian besar dimiliki oleh perempuan. Sedangkan harta pribadi dimiliki dan diwariskan tanpa memandang jenis kelamin. Tuareg adalah Muslim tetapi juga dipengaruhi oleh kepercayaan mereka yang sudah ada sebelumnya yakni adat matrilineal.

Spread the love