081-2173-3281 redaksi@haidiva.com

Kisah Ibu dengan Puteri yang Berparu-paru Sebelah

Kisah Ibu dengan Puteri yang Berparu-paru Sebelah

Haidiva.com-Hipoplasia, istilah asing bagi sebagian perempuan. Hipoplasia merupakan istilah untuk perkembangan jaringan atau organ yang tidak lengkap alias kurang (Dictionary of Cell and Molecular Biology, 2018). Istilah ini termasuk bila sel pada sebuah organ berjumlah di bawah normal. Lantas, bagaimana kalau buah hati yang baru saja kita lahirkan mengalami hipoplasia ?

Sahabat Haidiva dari Surabaya, Nimas Damarsari, menceritakan tentang salah satu anak kembarnya, Ghea, yang mengalami hipoplasia paru. Hal ini baru diketahui dua tahun yang lalu. Setelah lahir, Ghea mendapatkan perawatan di Neonatal Intensive Care Unit atau NICU. Di usia dua bulan, Ghea akhirnya bisa dibawa pulang dan berkumpul dengan Dhea, saudara kembarnya.

“Sampai di usianya 5 bulan, kami curiga ketika melihat cara dia menarik nafas dan ada cekungan di tenggorokan,” kata Nimas.

Pelbagai pemeriksaan menunjukkan dada dan thorax Ghea tak ada masalah. Dokter juga menyatakan kondisi tersebut hanyalah kelenjar thymus. Hingga akhirnya Nimas dan Tama, suaminya, mencari pendapat kedua ke dokter lain. Saat meraba dada Ghea pertama kali, dokter mengatakan bahwa Ghea hanya punya paru-paru satu di sebelah kiri, sementara yang kanan tidak berkembang.

“Sebagai ibu, bagaimana aku bisa percaya?” kata Nimas.

Baca juga: Mengenal Hipopasdia, yang dialami Aprilia Manganang

Pasutri ini kemudian memenuhi permintaan dokter agar Ghea mendapatkan serangkaian tes mulai dari tes darah, foto thorax, hingga CT Scan. Hasil tes kemudian diserahkan ke dokter dan membenarkan diagnosis dokter di awal.

Idealnya, paru-paru sebelah kiri memiliki dua bagian sementara yang kanan tiga bagian. Di paru-paru Ghea, hanya ada satu bagian yang mengecil dengan satu saluran saja. Saluran lain yang ada di paru-paru kanannya tak ada. Artinya, paru-paru sebelah kiri harus kerja dua kali lipat untuk menggantikan fungsi sebelah kanan.

Gambar Ilustrasi: Bayi dengan hipoplasia di paru-paru kanan dan kiri.

“Ajaibnya, tubuh Ghea bisa beradaptasi dengan baik atau tidak ada kondisi gawat yang membutuhkan tindakan,” cerita Nimas.

Namun hipoplasia paru Ghea membawa ‘teman’ yang bernama Cardiac Dextropsition atau kelainan jantung. Nimas dan Tama kemudian berburu ke dokter spesialis jantung anak. Setelah melewati tes echocardiography atau USG jantung, kondisi jantung Ghea mengalami dextroposition. Bila jantung normalnya berada di sebelah kiri, milik Ghea bergeser ke sebelah kanan. Karena paru-paru kanan kurang berkembang, ada ruang kosong yang ditempati oleh jantung. Pembuluh jantungnya juga abnormal, ada kekurangan pembuluh di salah satu ruang namun di sisi ruang jantung malah kelebihan.

Pada kondisi seperti Ghea, kata Nimas, beberapa anak ada yang mempunyai tanda tubuh membiru di kuku maupun bibir. Ada pula yang sering telungkup memeluk kaki tanda dia cari posisi nyaman untuk jantungnya. Sejak divonis dextroposition, Ghea terus melakukan pemeriksaan rutin hingga harus melakukan katerisasi jantung saat berusia 10 bulan.

“Kateterisasi jantung ini termasuk tindakan operasi, mungkin lebih familiarnya pasang ring,” kata Nimas.

Setelah itu, Nimas dan Tama berburu opini kedua, ketiga, dan keempat bahkan sampai ke Jakarta dengan modal nekat. Hasilnya sama, tidak ada tindakan yang bisa diambil untuk kelainan paru-paru dan jantung Ghea. Jantung Ghea tak ada masalah hanya berbeda posisi dan untungnya bisa beradaptasi.  

Nimas bersyukur Ghea tumbuh sehat layaknya Dhea, kakak kembarnya, meskipun dengan penanganan khusus. Ia menyarankan kepada setiap orang tua untuk segera merujuk ke ahlinya saat ada kondisi yang berbeda dengan buah hati. Tujuannya agar orang tua lebih cepat mengambil tindakan dan bisa membesarkan anak dengan tenang.

Untuk saling menguatkan sesama orang tua dengan kondisi jantung khusus, Nimas dan Tama bergabung dengan Little Hearth Community. **

Spread the love