081-2173-3281 redaksi@haidiva.com

Dampak Buruk Toxic Positivity, Jangan Terpaksa Bahagia

Dampak Buruk Toxic Positivity, Jangan Terpaksa Bahagia

Haidiva.com- Berpikir positif dengan terpaksa merasakan kebahagian di segala kondisi justru menimbulkan dampak buruk. Istilah toxic positivity inilah yang saat ini sering dibicarakan khususnya selama pandemi COVID-19.

Dikutip dari Antaranews.com, inilah dampak buruk toxic positivity. Ilmuwan di Universitas Tilburg Belanda membuat penelitian lintas budaya ini dilakukan dengan lebih dari 7.400 peserta di 40 negara. Menguraikan hubungan antara tekanan masyarakat untuk bahagia dan kesejahteraan psikologis.

Hasilnya menyatakan bahwa tekanan masyarakat untuk mengejar kebahagiaan ironisnya memiliki efek buruk pada kesejahteraan psikologis seseorang. Hal ini terutama terjadi di negara-negara yang mendapat skor tinggi pada Indeks Kebahagiaan Dunia (World Happiness Index), dan memiliki standar kebahagiaan yang lebih tinggi.

“Ada hubungan yang kuat antara perasaan perlu bahagia dan sejauh mana orang benar-benar mengalami perasaan seperti kesedihan, kesuraman, kelelahan atau kecemasan,” tulis penelitian tersebut dilansir Indian Express, Senin.

Baca juga: Arti positive masculinity menurut Herjunot Ali

Menguraikan hubungan antara tekanan masyarakat untuk bahagia dan kesejahteraan psikologis. Studi tersebut mengamati bahwa di Belanda (urutan kelima dalam WHI 2021), hubungan antara tekanan untuk bahagia dan kesejahteraan psikologis untuk sebagian besar indikator sekitar dua kali lebih kuat dibandingkan dengan Uganda atau Ukraina (menempati 119 dan 110 dalam WHI 2021).

Ikhlas menerima kehidupan tapi tetap berusaha

Kamna Chibber, Kepala Departemen Kesehatan Mental, Fortis Memorial Research Institute, Gurgaon, India mengatakan, penting untuk memusatkan perhatian pada penerimaan situasi dalam kehidupan. Mengalami masalah dan kesusahan dengan kondisi tertentu adalah hal yang normal.

“Sangat penting untuk menekankan bahwa meskipun tujuannya adalah untuk mengalami kegembiraan, tetap positif dan optimis, hal tersebut juga harus termasuk merangkul pengalaman dan emosi yang sulit dan tidak terus-menerus berusaha untuk menolak atau menyangkal kehadiran mereka,” ujar Chibber.

Baca juga: Belajar bersyukur dengan cara mudah

Chibber menjelaskan bahwa penerimaan membutuhkan seseorang untuk hadir dan tidak berpaling dari situasi. Menyangkal, menjaga jarak dan meninggalkan kesedihan tidak akan membantu dalam menemukan resolusi.

“Sebaliknya, merangkul situasi dan mengakui apa yang terjadi pada Anda, emosi dan pikiran Anda, dan bagaimana hal itu mempengaruhi Anda sangat penting untuk bisa bergerak maju,” katanya.

Pada saat yang sama, ada cara mempertahankan sikap positif tanpa terjebak dengan toxic positivity. Caranya adalah mengenali ketidakkekalan pikiran, perasaan dan bahkan situasi. Memilah yang bisa dikontrol dan tidak dapat membantu dalam memelihara keadaan kebahagiaan/kepuasan.

Spread the love