081-2173-3281 redaksi@haidiva.com

Alasan Pasangan Korea Selatan Malas Punya Anak

Alasan Pasangan Korea Selatan Malas Punya Anak

Haidiva.com-Sebagaimana Jepang, Korea Selatan termasuk negara yang angka kelahirannya rendah. Pasangan Korea Selatan malas memiliki anak. Banyak dari mereka yang telah lama menikah tapi sengaja menghindari kehamilan.

Dikutip dari Korea Times, angka kelahiran bayi di Korea Selatan terus menurun dari tahun ke tahun. Tahun 2019, prevelensi pasangan yang telah menikah dengan anak yang dimiliki adalah 0,918. Artinya kalau ada 1000 pasutri, 72 di antaranya memilih tanpa anak.

Angka ini semakin tinggi di tahun 2020. Prevelensinya 0,84. Artinya, bila ada 1000 pasutri, 160 di antaranya memilih tanpa anak. Berkurangnya kelahiran bayi ini disebabkan banyak alasan, di antaranya sebagai berikut.

Angka pernikahan menurun

Reality show ‘I Live Alone’ menggambarkan kehidupan artis yang tinggal sendiri tanpa pernikahan.

Sejalan dengan penurunan angka kelahiran bayi, hal itu sejalan dengan angka pernikahan dari tahun ke tahun yang terus berkurang. Dibandingkan 5 tahun yang lalu, angka pernikahan ini menurun sekitar 6,4 persen. Sayangnya, pasangan yang telah menikahpun juga enggan memiliki anak.

Baca juga: Childfree, alasan bebas tak punya anak

Data menunjukkan kekurangan uang bukanlah faktor utama pasangan malas memiliki anak. Mereka kecukupan secara finansial. Pakar kesehatan masyarakat dari Seoul University Cho Young-tae menyarankan pemerintah mengubah kebijakan yang semula fokus pada pemberian uang tunai bagi keluarga yang baru punya bayi.

Beban kerja yang tinggi

Program televisi ‘Return of Superman’ yang dibuat stasiun TV nasional milik negara, KBS, untuk meningkatkan angka kelahiran bayi dan mengajak para ayah terlibat dalam pengasuhan anak.

Sejalan dengan pernyataan bahwa keuangan keluarga bukanlah masalah, Cho Young-tae mengatakan salah satu alasan pasangan Korea Selatan malas punya anak adalah beban kerja. Mereka memang mendapatkan gaji yang lumayan tetapi aktivitas kerja lembur menyebabkan angka kelahiran menurun.

Banyak dari perempuan yang telah menikah juga menunda kehamilan. Mereka tak ingin mengorbankan karir demi bayi. Apalagi dengan beban kerja tinggi, membesarkan anak tentu tak mendapatkan bantuan dari suami karena sering pulang telat.

Baca juga: Skandal korupsi dan perebutan warisan Lotte Group, konglomerat Korea Selatan

Persaingan sosial yang ketat

Sky Castle, drama Korea yang menggambarkan pendidikan anak untuk meraih status sosial

Membesarkan anak tak cukup hanya dengan memberi makan dan rumah saja. Para orang tua di Korea Selatan juga wajib menyiapkan buah hati terjun ke rimba sosial yang penuh kompetisi. Dengan demikian, mereka berusaha agar anak mendapatkan pendidikan terbaik, strata sosial tinggi, kebutuhan yang layak agar bisa bersaing di masyarakat.

Menjamin anak mendapatkan fasilitas nomor satu bukanlah hal yang murah dan mudah. Orang tua sering merasa bersalah ketika anak-anak mereka gagal berprestasi. Karena itulah, mereka memilih tak punya buah hati daripada anak meraka gagal.

“Berdasarkan pengatahuan yang saya miliki, angka kelahiran rendah di masyarakat yang persaingan atau kompetisinya tinggi,” kata Cho.

Pasangan di Korea Selatan harus bersaing secara sosial di komunitas. Hal ini tentu akan semakin repot dengan kehadiran anak dan menjamin keturunan mereka mendapatkan posisi yang layak.

Spread the love