Haidiva.com-Stasiun televisi Korea Selatan, MBC, akhirnya meminta maaf setelah menayangkan pembukaan Olimpiade Tokyo dengan atribut yang tak pantas. MBC dinilai rasis ketika mempresentasikan setiap negara peserta. Misalnya, televisi itu menunjukkan foto insiden nuklir untuk menggambarkan Ukraina.
“Sedikit mengenai Indonesia. Negara kepulauan terbesar di dunia. Negara dengan penduduk terpadat nomor empat di dunia, memiliki GDP rendah, vaksin rendah, dan 6 persen terinfeksi Covid-19,” presentasi MBC saat menggambarkan Indonesia.
Penonton Indonesia semakin kecewa ketika peta yang disajikan malah menunjukan peta Sabah dan Serawak Malaysia. Begitu pula dengan negara peserta lain digambarkan dengan atribut tak sensitif konflik.
Sejatinya, tak hanya masalah olahraga saja Korea Selatan mesti mengatasi rasisme atau pandangan buruk kepada warga asing maupun ras lain. Sejumlah kasus rasisme terjadi bahkan termasuk kebijakan pemerintah sendiri.
Baca juga: Rasisme di stasiun televisi Korea SBS
Tes Covid-19 hanya untuk pekerja asing

Awal tahun hingga pertengahan Maret, sejumlah pemerintah daerah di Korea Selatan mewajibkan pekerja asing melakukan tes Covid-19 sebelum masuk. Hal ini ternyata tidak dilakukan terhadap pekerja asli Korea.
Tentu saja, kebijakan tersebut diprotes oleh sejumlah kedutaan besar termasuk Amerika. Seoul akhirnya mencabut peraturan tes Covid-19 khusus pekerja asing sementara pemerintah daerah lain seperti Daegu dan Jeolla tidak. Beberapa daerah menyiasati dengan menyertakan pekerja asli Korea untuk di tes.
Anti-Jepang yang berlebihan

Karena pernah dijajah Jepang selama puluhan tahun, Korea Selatan membenci banyak hal yang berkaitan dengan negara tersebut. Dikutip dari Foreignpolicy.com, kebencian terhadap Jepang termasuk terhadap simbol bahkan kepada anak-anak Korea yang menempuh pendidikan ke Jepang bahkan setelah berlibur ke Jepang.
Demonstrasi anti-Jepang masih sering terjadi di Korea Selatan. Misalnya pemboikotan produk waralaba seperti Uniqlo karena dianggap sebagai bentuk penjajahan baru. Produk asal Jepang itu kemudian menutup 9 gerainya. Namun ini tak terjadi untuk produk dari Amerika maupun Eropa.
Baca juga: Rasisme di Korea Selatan, pandang rendah kulit gelap
Xenophobia untuk ras kulit gelap

Xenophobia adalah ketakutan atau kebencian terhadap orang dengan ras, agama, atau suku yang berbeda. Berdasarkan survei Komisi HAM setempat di tahun 2020, 7 dari 10 warga asing mengalami diskriminasi rasial. Diskriminasi sering terjadi pada warga asing berkulit gelap dibandingkan kaukasian atau kulit putih.
Ditambah dengan data dari World Values survey, 15 persen warga Korea Selatan tidak menginginkan seseorang dengan ras yang berbeda menjadi tetangga mereka. Angka ini jauh lebih rendah daripada Amerika Serikat yang hanya 3 persen.
Status teroris untuk pengungsi Yaman

Di tahun 2018, 500 warga Yaman mengungsi ke Korea Selatan. Hal ini kemudian disambut demonstrasi setengah juta penduduk Korea yang meminta pemerintah agar ratusan orang Yaman itu dianggap teroris. Kisah akhirnya, hanya dua orang dari 500 yang ditetapkan sebagai pengungsi Yaman sedangkan lainnya tak diterima.
Pernikahan antar-ras dikecam

Korea Selatan mengalami permasalahan angka perkawinan dan kelahiran bayi yang rendah. Selama beberapa dekade, otoritas Korea Selatan mempromosikan pernikahan antar-etnis. Namun hal ini hanya dianggap wajar untuk laki-laki Korea dengan perempuan asing. Sebaliknya, perempuan Korea akan dikecam masyarakat bila menikah dengan orang asing.
Baca juga: Alasan pasangan Korea Selatan malas punya anak, salah satunya beban perempuan
Penyebabnya, kebanyakan masyarakat tradisional Korea menganggap laki-laki adalah pemilik benih sedangkan perempuan adalah ladang. Jadi, laki-laki yang menguasai perempuan di dalam rumah tangga. Anak-anak yang terlahir dari pasangan antar-ras otomatis meneruskan garis ayah bukan ibu.
Dampak lainnya tentu menimbulkan masalah baru dalam rumah tangga.Dikutip dari Foreignpolicy.com, hampir setengah dari pengantin migran lapor telah mengalami KDRT oleh suaminya. Mereka diancam akan tak mendapatkan visa sponsor dari pasangan bila melawan.
Rasisme memang bukan hanya terjadi di Korea Selatan, bahkan ada juga di Indonesia. Tapi, bukan rahasia lagi rasisme dianggap wajar bagi masyarakat setempat untuk melindungi kemurnian ras. RUU yang membahas mengenai anti-diskriminasi ras dan kelompok minoritas masih terjebak di parlemen. Rancangan ini masih belum menjadi peraturan karena ditentang kelompok konservatif.
Laki-laki Korea Selatan Tak Seromantis di Drama
April 11, 2022 at 11:08 am[…] Baca juga: Rasisme Korea Selatan tak hanya di Olimpiade Tokyo […]