Haidiva.com-Politik, salah satu topik yang sering membuat kita terbelah. Pertemanan bisa tak seakrab dulu bila berbeda pilihan. Pertengkaran keluarga kerap tak terelakkan saat membicarakan calon mana yang terbaik. Mengapa ya topik politik bikin kita marah?
Marah saat membicarakan topik politik memang hal yang lumrah. Ini alasan kita emosi saat ngomong politik, dikutip dari Goodhousekeeping.
Reaksi kimiawi otak

Kemarahan mungkin terasa seperti muncul begitu saja, tetapi ini adalah hasil dari rangkaian peristiwa kompleks di otak. Pakar psikologi klinis dari Northwestern University Alexandra Solomon mengatakan bagian otak kita yang memiliki empati, dapat melihat berbagai sisi dari suatu situasi, dan dapat menyimpan belas kasih
Baca juga: Kontestasi Politik, Bagaimana Eksistensi Perempuan?
“Saat otak kita mendeteksi adanya stres, seperti saat kita kesal membaca berita atau menonton debat politik, otak mengalihkan oksigen dan glukosa dari korteks prefrontal ke amigdala, memicu respons tubuh untuk melawan, salah satunya dengan kemarahan,” ujar Solomon.
Hipotalamus memberi tahu kelenjar adrenal kita untuk memompa hormon stres – kortisol dan epinefrin saat membaca berita politik. Hormon-hormon ini membuat jantung kita berdebar kencang, tekanan darah meningkat, kulit terasa panas, dan otot menegang. Otak memberi tahu tubuh bahwa kita siap bertarung, bahkan meski hanya lewat kata-kata.
“Ketika kita berada dalam mode bertarung, rasanya sangat puas untuk menyerang siapapun yang berbeda dengan kita karena menganggap pendapat sebagai ancaman” kata Solomon.
Keyakinan politik dianggap sebagai identitas

Pakar psikologi sosial dari Stanford University, Jon Krosnick, mengatakan mengatakan bahwa pandangan politik telah menjadi identitas layaknya seperti ras atau etnis, jenis kelamin, agama, orientasi seksual, pekerjaan, dan kedaerahan. Karena afiliasi politik telah menjadi bagian dari diri kita, bukan hanya apa yang kita pikirkan, lebih banyak aspek kehidupan kita mungkin terasa dipolitisasi. Oleh karena itu serangan terhadap keyakinan politik kita mungkin terasa lebih personal.
Baca juga: Perempuan Muda Pimpin Negara
Politik adalah soal kita vs mereka

Kerem Yucel—AFP/Getty Images
Sudah menjadi sifat manusia untuk menyelaraskan dengan kelompok dan mendukung tim kita untuk menang. Ada sesuatu yang tertanam dalam diri kita bahwa kita adalah spesies yang sangat unik. Pakar politik dari Shippensburg University of Pennsylvania Alison Dagnes mengatakan orang suka berpikir bahwa dirinya adalah bagian dari sesuatu yang baik dan lebih baik daripada orang-orang yang menentang mereka.
“Orang-orang di Amerika lebih cenderung membenci anggota partai lawan jika mereka mengidentifikasi diri dengan salah satu partai tersebut,” kata Dagnes.
Krosnick mengatakan kita sebenarnya tidak tahu mengapa ketidaksukaan itu tumbuh. Tapi bisa dipastikan emosi negatif, kemarahan, frustasi, kebencian, akan muncul dan semakin kuat di setiap pemilu yang akan datang.
Media massa dan medsos memberi makan monster kecil di benak kita

Setiap manusia mempunyai ‘monster’ yang suka marah ketika melihat sesuatu yang tidak disukai. Kita berusaha mengontrolnya agar emosi buruk tak nampak di permukaan. Nah, berita di media massa dan opini masyarakat di media sosial dapat memicu respons emosional kita terhadap politik.
Baca juga: Karena Isu Politik, Pengiklan Besar Boikot Facebook
Apalagi karena algoritma, kita hanya mengikuti kabar yang sesuai dengan pendapat dan berinteraksi dengan orang yang seragam. Alhasil, kita hanya mendapatkan berita dari sumber yang hanya selaras dengan sudut pandang dan tanpa sadar membuat gelembung epistemik (mendapatkan info hanya dari sisi “kita”).
Kita menciptakan ruang gema (mengabaikan info dari sisi “mereka” ). Perilaku ini dapat memperkuat perasaan seolah-olah kita benar dan pihak lain salah atau kita terancam ketika kita menghadapi keyakinan yang menantang kita.
“Karena itulah, percakapan politik lebih baik dilakukan secara tatap muka daripada online,” kata Solomon.